Tag
abang borno dan mei, kapuas, kau aku dan sepucuk angpau merah, pontianak, resensi buku, resensi novel kau aku dan sepucuk angpau merah, tere liye
Judul : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : January, 2012
Jumlah Halaman : 512
Sewaktu melihat buku ini nangkring di toko buku, tanpa membaca cover belakangnya saya langsung tahu bahwa ini adalah novel tentang Abang Borno dan Mei. Pertengahan tahun silam, penulis menampilkan beberapa cuplikan novel ini di fanpage Darwis Tere Liye.
Jadi, saat itu juga buku ini langsung saya bawa ke kasir (buku yang direncanakan beli jauh-jauh hari malah tidak jadi dibeli). Malamnya, langsung saya lahap dan tak sampai dua malam buku ini telah ludes terbaca. 🙂
Tokoh central novel ini adalah Borno, “Bujang paling lurus sepanjang tepian Kapuas”. Setelah beberapa kali berganti pekerjaan, akhirnya memutuskan menjadi pengemudi sepit (perahu tempel). Lalu seorang gadis beramput panjang tergerai dengan mata sendu menawan menumpang sepitnya. Inilah awal mula cerita cinta ini dimulai.
kita akan disuguhkan bagaimana Borno berjuang mendekati gadis itu yang belakangan diketahui bernama Mei. Mulai dari menyabotase antrian sepit agar si gadis bermata sendu menumpang perahunya, sampai berputar-putar di tengah kota mencari alamat Mei. Tapi pada akhirnya justru kebetulan-kebetulan yang tidak direncanakan yang membuatnya bisa bertemu dan berduaan dengan Mei. Hubungan mereka mengalami tarik ulur, kemudian tiba-tiba Mei memutuskan untuk meninggalkan Borno tanpa memberi alasan yang jelas.
Berbeda dengan cerita romance kebanyakan, novel ini lebih membumi dan tidak cengeng. Lihatlah, ini kicah cinta seorang pengemudi sepit yang pernah menjadi buruh pabrik karet. Dari segi setting, novel ini jelas sudah tidak biasa. Keindahan Kapuas dan kota Pontianak digambarkan dengan menawan. Soal romantisme, jangan tanya.
Novel yang tebalnya lebih dari 500 halaman ini tidak akan terasa membosankan, karena penulis sangat piawai mengatur alurnya. Seringkali hal-hal remeh pun diceritakan , yang anehnya justru makin mewarnai cerita. Tokoh-tokoh pendukung cerita inipun tak kalah menariknya, yang membuat tertawa sendiri membacanya. Ada Bang Togar, ketua perkumpulan pengemudi sepit yang sangat menyebalkan tapi sangat setia kawan, Andi, pak tua, cik Tulani, Koh acong, Jauhari, Jupri yang semuanya (kecuali) konyol. Selain itu berdatangan tokoh-tokoh baru yang makin mermaikan cerita. Seperti Sarah, dokter gigi cantik yang ternyata adalah…. (baca sendiri). Tokoh-tokohnya lebih terasa membumi, orang-orang yang cenderung kita temui setiap hari.
Pada akhirnya, bagian-bagian yang anda anggap remeh justru saling berkaitan menjalin sebuah rahasia. Walaupun ternyata-ternyata itu “too good to be true” (minjam istilah teman blogger) tetap masuk akal. Menjelaskan kelebihan buku ini tentu saja tidakakan cukup dalam satu postingan, pokoknya lima bintang untuk buku ini.
Kalau saya yang menceritakan, mungkin jadi tidak menarik yah. 😀 Beli saja bukunya sendiri, sebelumnya silahkan baca tulisan yang ada di backcover buku ini. Sangat menggelitik rasa ingin tahu :
“Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaannya.
Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.”
Koreksi sedikit kakak,..
Di fanspage nya bukan memuat ‘cuplikan’ tapi semua naskah novel,
dari awal sampai selesai,.. 😀
hehe, gak nyimak dari awal dek. Jadi disangka cuplikan aja 😀
kalo gak salah judulnya “Kau, Aku dan Kota Kita” ya
Ceritanya mendayu-dayu gak? Atau lucu kaya serial anak-anak mamak?
pokoqnya pas perpaduannya, ada lucunya juga. Tapi tetap ada nilai-nilai yang disampaikan. Harus baca nih buku 🙂
keren… aku suka kata-kata kita tidak membutuhkan hem.. cukup sampaikan 😀
Bener mbak, cerita keren banget. Harus baca 🙂
Ping-balik: My All Time Favorite Indonesian Book : “Rembulan Tenggelam di Wajahmu” « Jurnal si Bugot
Ping-balik: Character Thursday (1) : Borno « Jurnal si Bugot
Ping-balik: Cintaku Antara Jakarta dan kuala Lumpur « Jurnal si Bugot
Ping-balik: Review Novel Matahari | Jurnal si Bugot