Penulis : Maria A. Sardjono
Jumlah Halaman : 496 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : April 2011 (Cetakan Kedua)
Entah gerangan apa yang membuat saya membaca novel ini, yang dari sampulnya saja sudah ketahuan bahwa buku ini sangat “kewanitaan”. Tapi toh saya berhasil melahapnya dalam sehari saja. Dan saya merasa cukup puas, padahal sebelum-sebelumnya saya sangat anti dengan kisah-kisah manis untuk wanita dewasa.
Ana selalu dibayang-bayangi kelakuan buruk mama dan kedua saudarinya. Selama ini ia selalu berusaha menjadi wanita terhormat dibawah asuhan ibu tirinya. Hingga hal ini membuatnya sangat berhati-hati menjalin hubungan dengan laki-laki. Maka ketika bertemu dengan Wibisono, Ana meninggikan benteng pertahanannya terhadap laki-laki gagah itu. Apalagi ia menyadari laki-laki itu memandang rendah dirinya dan tidak dapat dipercaya.
Sikap Ana yang tidak bersahabat dan keras kepala justru membuat Wibisono berambisi untuk menaklukkan gadis itu. Ia menjuluki Ana si Burung Merak yang suka memamerkan ekornya tapi tak dapat ditangkap. Terlebih beberapa kejadian membuatnya yakin Ana bukan gadis baik-baik. Di benaknya yang penuh dendam hanya ada keinginian untuk membuat Ana bertekuk lutut lalu mencampakkannya.
Sampai saatnya Wibisono berhasil mendapatkan kehormatan tertinggi milik Ana. Namun saat itu pula ia menyadari bahwa Ana sesunguhnya memang gadis lugu yang sangat berbeda dengan kedua saudarinya. Wibisono sangat menyesali kebodohannya, namun sudah terlambat karena Ana pergi dan menghilang dari kehidupannya. Sementara seisi bumi seolah-olah bersekongkol untuk menyembunyikan Ana.
Dari plotnya sudah tertebak bagaimana akhir kisah ini. Namun gaya penulisan Maria membuat saya tetap betah membacanya halaman demi halaman. Memang penuturan Maria akan terasa ketinggalan zaman bila dibandingkan dengan Chicklit atau Metropop yang ditulis para penulis baru. Namun percayalah, justru hal itu yang menjadi nilai lebih novel ini.
Temanya pun sebenarnya tidak jauh-jauh dari harga diri, kehormatan, dendam keluarga. Hal yang sudah seringkali diangkat pada novel-novel lainnya. Akan tetapi ditangan Maria A Sardjono, hal itu diramu dalam cita rasa klasik dengan latar modern. Tidak seperti genre buku sejenis, Maria menyajikannya dalam bahasa literer yang indah. Hal ini mengingatkan saya kembali pada sastra-sastra akhir 80-an. Lambat tapi berkesan. Mungkin saya akan mencari buku karangan Maria lainnya.
Recommend banget buat selingan bacaan hiburan yang ringan. Tidak membuat dahi berkerut, tapi juga tidak terlupakan begitu saja. Bravo Maria,…
Sumber Gambar : Gramedia Online