Sebenarnya sejak awal gagas meluncurkan proyek “Setiap Tempat Punya Cerita (STPC)” ini aku udah exited banget. Pertama, karena aku emang suka buku-buku traveling. Masih ngarep aja sih kelak aku bisa jadi backpacker juga. Waktu promo-promo awalnya, aku sempat salah ngira gitu, pikirnya ini bakalan mirip kayak buku-buku traveling yang biasa aku baca. Lalu aku dengar gagas juga bekerja sama dengan Bukune dalam proyek ini. Jadi makin menarik aja, :D. Next, setelah buku pertama : Paris terjun ke pasaran, aku baru ngeh bahwa ini sebenarnya novel. Tapi sayangnya waktu itu masih belum dapet “hidayah” buat mulai koleksi serial STPC sampai berturut-turut muncul Roma, Melbourne dan kemudian Bangkok.
Wow, Bangkok!! kota ini masuk dalam daftar tempat yang harus aku kunjungi sebelum mati. Jadi tambah gatel pengen punya buku ini. Fortunately, di waktu bersamaan aku kepilih jadi salah satu blogger beruntung yang berhak dapetin kado berupa sepuluh buku dari gagas. Sure, Bangkok included.
Jadi, aku mulai perjalanan di STPC ini dari Bangkok bersama kakak beradik Edvan dan Edvin. Edvan melakukan perjalanan mengelilingi Bangkok untuk mencari jurnal milik almarhumah ibunya. Kedengarannya seperti misi konyol ya? Awalnya Edvan juga mikir gitu. Dia udah punya karir enak di Singapura. Di usianya yang belum kepala tiga, reputasi Edvan sebagai arsitek sudah melampaui pendahulunya. Sudah lama ia tak pulang dan berhubungan dengan ibu dan adiknya sejak masalah bertahun-tahun lalu. Tepat saat ayahnya meninggal dunia. Dan ia pun tak berniat pulang sampai hari itu, saat Edvin mengirim SMS padanya bahwa sang ibunda sudah meninggal.
Setelah sampai di Indonesia, Edvan dikejutkan oleh banyak hal. Salah satunya dengan kemunculan wanita cantik yang mengaku sebagai adiknya. Yeah, siapa juga yang gak shock kalau tahu saudara laki-lakinya jadi transgender. Owh, parahnya Edvin alias Edvina memberinya misi penting dari sang ibu untuk mengumpulkan jurnalnya di Bangkok. Konon jurnal itu akan membawanya pada harta karun peninggalan sang ayah.
Pencariannya di Bangkok ditemani seorang pemandu wanita bernama Charm. Menelusuri tiap jengkal eksotisme Bangkok, edvan tidak hanya mengumpulkan kepingan kenangan dari ibunya, tapi juga mempelajari banyak hal termasuk cinta dan arti keluarga.
Great!! Sepertinya aku memilih kota yang tepat untuk memulai perjalanan STPC ini. Gaya bercerita Moemoe Rizal yang lugas dan blak-blakkan jelas menjadi salah satu faktor penyebab aku menyukai novel ini. Detail mengenai keindahan Bangkok digambarkan dengan pas, tidak lebay tapi mampu membuat pembacanya ikut berada di sana.
Tema yang ditawarkan sebenarnya sederhana, namun ada banyak konflik-konflik lain yang membuat novel ini tak biasa. Selain Edvan, Edvin dan Charm ada karakter-karakter lain yang tak kalah unik dan memperkaya cerita. Misalnya Max, adik Charm yang penggila Muang thay tetapi sepertinya masih menyimpan ambiguitas tentang orientasi sex-nya :D. Isu tentang transgender yang ada dalam buku ini juga disampaikan secara netral :
“Kau tak perlu menerima kehadiran mereka,” lanjut wanita itu lagi. “tapi biarkan mereka hadir. karena kita tak bisa menghakimi apa yang mereka lakukan. …(hal297).
Sayangnya, endingnya agak kurang greget. Bukannya gak menarik, cuma terkesan “biasa” aja. Tapi akhirnya tetap manis koq, hehe. Empat bintang untuk sensasi jalan-jalan yang diciptakan, karakter-karakternya yang ngangenin, dramanya yang pas serta covernya yang maniss banget. 😀
Lepas dari Bangkok, saya makin ketagihan pengen jalan-jalan lagi sama serie STPC berikutnya. Setelah ini mau ke Roma bareng Robin Wijaya 😀 (Sebenarnya mau ke London dulu karena ditulis oleh penulis favoritku Windry Ramadhina, tapi belum nemu disini). Yuk siapkan koper juga 😀
jangan pedulikan masa lalumu, jangan risaukan masa depanmu. Urusilah masa sekarang.
Keterangan Buku
Judul Buku : Bangkok, The Journal
Penulis : Moemoe Rizal
Editor : Ibnu Rizal
Penerbit : Gagasmedia
Tahun terbit : 2013
Format : 436 halaman Paperback
Genre : Romance, travellite