• Buku Saya
  • Tentang si Bugot
  • Tukeran Link/Banner

Jurnal si Bugot

Jurnal si Bugot

Tag Archives: gramedia

[Book Review] Te O Toriatte – Akmal Nasery Basral

05 Minggu Jan 2020

Posted by bugot in review

≈ Tinggalkan komentar

Tag

akmal nasery basral, gramedia, review novel, teo toriatte


“Bahagia adalah cara kita beradaptasi menghadapi masalah, memeluknya dengan ramah, dan mencari jalan keluarnya tanpa menyerah”, ~ (hal.136)

Dulu, ada seorang teman saya yang sangat “sensitif” terhadap getaran. Gempa dalam skala sekecil apapun bisa membuatnya panik dan histeris. Ternyata saat terjadi gempa besar di Padang, dia terjebak di lantai tiga sebuah mall dan hal itu membuatnya trauma sampai sekarang.

Saat membaca blurb novel Te O Toriatte, saya sudah bergidik membayangkan bagaimana perjuangan Meutia–tokoh utama di novel ini untuk bangkit dari trauma akibat musibah beruntun yang dialaminya. Meutia Ahmad Sulaiman masih berusia 14 tahun saat tsunami Aceh menewaskan kedua orang tua dan ketiga adiknya. Mutia kemudian diangkat anak oleh suami istri berkebangsaan Jepang, Hiroshi dan Harumi.

Namun, saat Meutia mulai merasakan kehangatan keluarga, triple disaster melanda Jepang (gempa, tsunami dan kebocoran reaktor nuklir). Kedua orang tua angkat Meutia tewas dalam peristiwa itu.

Bersama PTSD yang tak mungkin sembuh, Meutia tetap berhasil mewujudkan mimpinya menjadi doktor computer Engineering. Meutia yang berparas cantik dan jelita juga dihadapkan pada pilihan sulit di antara tiga laki-laki yang mencintainya : pakar genom ternama berkebangsaan Jepang, Penyiar TV yang merupakan cinta pertamanya, serta seorang psikiater yang mengidolakan Meutia sejak lama. Sayangnya, kondisi kejiwaannya yang unstable membuat Meutia ragu ketiga laki-laki itu (atau laki-laki manapun) mampu menerima dia apa adanya.

First impression saya setelah membaca novel ini : pak @akmalbasral adalah story teller yang luar biasa. Saya tak pernah terlalu “mementingkan” diksi yang dipilih penulis dalam sastra populer. Tapi, pilihan kata-kata yang ditulis Pak Akmal benar-benar terasa berbeda–dan saya menikmatinya. Saya mengerti sekarang kenapa banyak kritikus “ngeyel” banget tentang hal ini. Ternyata memang kalimat-kalimat nyastra yang indah itu memberikan pengalaman membaca yang berbeda.

“Kita tak boleh takut kepada yang sudah meninggal dunia, Mayutiya. Yang lebih menakutkan bagi kita adalah mereka yang masih hidup, sebab hanya yang masih hidup yang bisa berbuat jahat,” ~ (hal. 133)

Novel Teo Toriatte (Genggam Cinta) ini adalah buku pertama yang saya tamatkan di tahun 2020. Novel ini berhasil meng-enhance minat baca di tahun baru ini karena contentnya yang sangat “kaya”.

Saat membaca blurbnya pertama kali, saya tak berekspektasi terlalu tinggi. Saya justru agak “segan” membacanya karena berpikir novel tentang bencana alam itu pasti bakal bikin mewek. Dan memang banyak banget part-part di novel ini yang membuat dada saya sesak. Tapi cerita Teo Toriatte ini sangat dinamis, ada romance yang bikin gemas dan terharu, ada bagian thriller yang bikin adrenalin saya terpacu dan ada teka-teki yang bikin saya gak bisa berhenti baca. Lalu begitu rahasianya terungkap saya terkaget-kaget. Karena saya sempat mendukung si A untuk menjadi pendamping Meutia. (Padahal kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya penulis sudah memberi clue kalau ada yang salah sejak awal 🙈).

Ada banyak sekali isu yang disisipkan penulis ke dalam cerita ini : mental illness (yang jadi concern utamanya), perjalanan spiritual, sains (yang disertai dengan sumber relevan), feminisme, lingkungan dll. Hebatnya, semua hal itu memang mendukung cerita dan disinggung dengan porsi yang pas. Jadi tidak serta merta dijejalkan begitu saja.

Kalau harus mencari kekurangannya, mungkin cuma soal pekerjaan Meutia di Jakarta. Saya masih kurang ngeh tentang apa saja yang dikerjakan Meutia dan timnya (yang kayaknya jarang banget disebut) selain pembahasan di awal tentang koreksi data BMKG itu. Dia sangat sibuk sampai-sampai tak mau menghubungi teman-temannya. Tapi masih sempat melakukan wawancara dan (ternyata) melakukan beberapa sesi temu kangen 🙈. (Not a big deal. Bisa jadi saya kurang teliti)

Pokoknya, novel ini sangat saya rekomendasikan kepada seluruh teman-teman booklover, dengan syarat kamu sudah berusia minimal 17 tahun. Karena beberapa hal di novel ini hanya relevan untuk pembaca dewasa.

My Rating : 4.5 ⭐
Romance : 4.5 ❤ (not your tipycal romance story)
Sensualitas : 3.5 💋 (cukup banyak detail eksplisit)

KETERANGAN BUKU

Judul : Aster: Teo Toriatte (Genggam Cinta)
Penulis : @
Editor : Dwi Ratih Ramadhany
Penyelaras Akhir : Wienny Siska
Desainer Sampul : Bella Ansori
ISBN : 9786020634357
Penerbit : @bukugpu
Tahun terbit : 2019
Format : 328 halaman Bookpaper
Harga : Rp. 86.000,-

Gramedia Go : Inovasi Terbaru Gramedia Yang Membawa Keadilan Bagi Booklover di Seluruh Indonesia

15 Selasa Okt 2019

Posted by bugot in Dunia Buku

≈ Tinggalkan komentar

Tag

even buku, gramedia, Gramedia Go


“Perhaps that is the best way to say it: printed books are magical, and real bookshops keep that magic alive.”
― Jen Campbell

gramediago4

Launching Gramedia Go Bersama Book Blogger dan Booktuber

Bumi berputar, kehidupan berjalan dan segala sesuatunya berubah menyesuaikan diri. Sebagai mahluk yang berada pada kasta tertinggi dalam rantai makanan, manusia harus beradaptasi dengan perubahan itu. Dan biar tetap survived, saya juga akan berusaha untuk mengimbanginya semua perubahan itu. Semuanya kecuali … digitalisasi buku. Saya bukannya anti banget dengan buku elektronik, saya juga berlangganan Gramedia Digital kok dan sesekali membeli ebook di Play Store. Tapi memiliki printed books adalah kebahagiaan tersendiri. Jadi sampai kapanpun, toko buku fisik tetap merupakan surga dunia bagi saya. Dan bicara soal toko buku, saya cuma kebayang nama Gramedia.

Dulu untuk mencapai Gramedia, saya harus berangkat ke Ibu Kota Propinsi yang jaraknya sekitar tiga setengah jam perjalanan dengan bis. Tentu saja mengunjungi Gramedia adalah sebuah kemewahan yang tak bisa rutin saya nikmati. Hikmahnya, saya jadi punya cukup waktu untuk menyisihkan uang saku untuk membeli buku yang saya inginkan. Tapi, tentu saja tidak semua keinginan saya tercapai. Seringkali buku yang saya inginkan habis atau belum ada stocknya di Toko. Itu berarti saya harus menunggu sampai bulan berikutnya biar bisa ke Gramedia lagi.

Sedih nggak sih?

Zaman sekarang mungkin drama kayak gini nggak akan terjadi lagi. Soalnya sudah banyak banget toko buku online yang tinggal di klik dari rumah. Bahkan sudah tersedia fasilitas Pre order dari penerbit dan penulis kesayangan. Tapi, saya tetap lebih memilih mengunjungi Gramedia langsung. (Book lover pasti ngerti gimana rasanya berada di antara rak-rak penuh buku baru). Yah walaupun untuk daerah saya, harga bukunya lebih mahal dari Pulau Jawa :(. Wajar sebenarnya, karena distribusi buku ke Gramedia di daerah butuh waktu dan biaya lebih banyak.

Namun sesayang-sayangnya saya sama Gramedia, tetap keki juga kan kalau udah datang jauh-jauh ke sana tapi buku incaran kita belum nyampe. Pas minggu depan balik lagi, stocknya malah abis. Kalau udah kayak gini mau nyalahin siapa? salah mbak-mbak yang jaga Gramednya? Salah presiden? Salah gue? Salah tem–teman-teman gue?

gramediago logo

Saya gak pernah nyangka kalau ternyata hal ini juga sudah dipikirkan pihak Gramedia sejak lama. Dan kemarin, tanggal 14 Oktober 2019, saya berkesempatan menghadiri Mini Launching Gramedia Go di Gramedia Pondok Indah Mall. Gramedia Go adalah inovasi terbaru yang akan menyelesaikan masalah-masalah kita di atas.

Mengenal Gramedia Go

Gramedia Go adalah inovasi terbaru hasil kerja sama Toko Buku Gramedia dengan Gramedia Digital Nusantara. Layanan ini menggabungkan  kenyamanan belanja di toko fisik Gramedia dengan kemudahan belanja di situs Gramedia.com. Ilustrasinya begini, kamu ke toko Gramedia terdekat untuk membeli buku incaranmu, sekalian cuci mata. Kalau misalnya buku yang kamu cari nggak ada stocknya di outlet itu, kamu bisa manfaatin fasilitas Gramedia Go.

Nanti akan ada petugas yang membantumu memesankan judul yang kamu cari via Gramedia.com dan bukunya akan langsung dikirimkan. Jadi kedatangan kamu ke Gramedia gak sia-sia. (Sebenarnya kunjungan ke toko buku gak pernah sia-sia juga ya 😀) Dan berita bagusnya, harga yang dibandrol bakalan SAMA SE-INDONESIA. Jadi nggak ada lagi ketidakadilan bagi booklover di luar Pulau Jawa.

Saat ini ada dua layanan yang disediakan Gramedia Go (dan masih akan berkembang ke depannya) :

  •  Order From Store. Ilustrasinya seperti yang kujelaskan pada paragraf sebelum ini. Saat kamu nggak menemukan buku yang kamu cari di outlet. Petugas Gramedia Go akan membantumu memesan buku tersebut via Gramedia.com dan kamu bisa melakukan pembayaran di toko. Saat ini ada promo potongan ongkis kirim sampai 10.000 rupiah loh. Aku dan beberapa teman bookstagram sudah ada yang mencooba fitur ini kemarin dan ada  beberapa orang yang pesanannya sudah sampai. Layanan ini sudah tersedia di seluruh Gramedia di Indonesia.

  •  Pick Up In Store. Ini khusus buat kamu yang udah pesan via Gramedia.com (atau pesan di outlet via Gramedia Go) tapi masih mau mangkas ongkos kirim. Kamu bisa jemput bukunya ke Store terdekat. Tapi untuk saat ini, layanan ini baru diuji coba di Gramedia Matraman. Sabar ya :), manfaatin promo potongan ongkir aja dulu. Cuma sampai tanggal 31 Oktober ini loh. Dan siapa tahu, setelah promo free ongkir berakhir, layanan Pick Up In Store bisa segera menjangkau semua outlet Gramedia.

Tutorial Menggunakan Layanan Gramedia Go

Bener kan? inovasi Gramedia ini menguntungkan banget. Terutama buat teman-teman dari luar Pulau Jawa. Kalau masih bingung, nih aku kasih tutorial menggunakan layanan Gramedia Go :

gramedia go12

Mencoba fitur Gramedia Go

  1. Kunjungi Gramedia terdekat. Kalau lagi gabut, gakk masalah juga mampir ke gramedia di kota sebelah.
  2. Cari dulu yang kamu cari di tokonya. Kalau malas muter-muter, bisa manfaatin komputer yang tersedia di setiap sudutnya.
  3. Kalau emang stocknya masih nggak ada, baru deh cari mas/mbak yang bertugas menjalankan Gramedi Go. Ada ciri khasnya kok, mereka pakai efron Oranye kayak di foto ini nih :
  4.  Ikuti instruksi yang diberikan petugasnya
  5.  Lalu pilih metode pembayaran yang kamu mau. Bisa cash, debit dan lainnya.
  6.  Minta struk pembayaran sebagai bukti transaksi kamu berhasil. Ingat, minta struknya aja ya. Nomor mbaknya jangan ikut diminta. Jangan Ganjen!!
  7.  Kalau udah selesai, silahkan pulang dan tunggu bukunya datang sambal rebahan.

[Review] Rooftop Buddies

28 Minggu Okt 2018

Posted by bugot in review

≈ Tinggalkan komentar

Tag

gramedia, review novel, young adult


“Kalau kematian sudah pasti datang, kenapa tidak dipercepat saja?” ~ (hal.21)

Blurb
Buat Rie, mengidap kanker itu kutukan. Daripada berjuang menahan sakitnya proses pengobatan, dia mempertimbangkan pilihan lain. Karena toh kalau akhirnya akan mati, kenapa harus menunggu lama?
Saat memutuskan untuk melompat dari atap gedung apartemen, tiba-tiba ada cowok ganteng berseru dan menghentikan langkah Rie di tepian. Rie mengira cowok itu, Bree, ingin berlagak pahlawan dengan menghalangi niatnya, tapi ternyata dia punya niat yang sama dengan Rie di atap itu.
Mereka pun sepakat untuk melakukannya bersama-sama. Jika masuk ke dunia kematian berdua, mungkin semua jadi terasa lebih baik. Tetapi, sebelum itu, mereka setuju membantu menyelesaikan “utang” satu sama lain, melihat kegelapan hidup masing-masing… Namun, saat Rie mulai mempertanyakan keinginannya untuk mati, Bree malah kehilangan satu-satunya harapan hidup.

Keterangan Buku

Judul : Rooftop Buddies

Penulis : Honey Dee

Editor : Anastasia Aemilia

Ptoofreader. : Didiet Prihastuti

ISBN : 9786020388199

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2018 (cet. 1)

Format : 264 halaman Paperback

My Review

“Yang kutahu setelah kematian mungkin nggak ada lagi beban.” ~ (hal. 102)

Ini bukan pertama kalinya aku membaca novel sicklit dengan tokoh utama yang menderita penyakit berat. Tapi di luar pakem novel-novel serupa–yang kadang terlalu berusaha menguras air mata pembacanya–novel young adult jebolan GWP ini lebih “bersahabat” dan memberi harapan. Meskipun konflik dan dramanya cukup berat, tapi novel ini tidak terjebak dalam menye-menye tak berkesudahan. Melalui tokoh Rie dan Bree, penulis berhasil menyampaikan pesannya.

Ceritanya disampaikan dari sudut pandang Rie. Bagaimana Rie mengemukakan pendapatnya membuatku berpikir, mungkin memang seperti ini yang dirasakan oleh para survivor. Selain menghadapi sesi kemotrapi yang menyiksa, mereka juga harus menyaksikan air mata dan tangis dari orang-orang yang disayanginya. Jadi ketika Rie akhirnya memilih menyerah, saya bisa memahaminya.

Tapi takdir tidak selalu sesuai dengan rencana. Sebelum melompat dari rooftop, Rie bertemu dengan Bree-cowok ganteng yang juga berniat bunuh diri. Dua orang yang sama-sama putus asa dan tidak percaya lagi pada kehidupan bertemu, kesamaan nasib itu membuat keduanya menjadi akrab. Lalu tiba-tiba terjadi perubahan rencana. Awalnya hanya sekedar tekad untuk menyelesaikan “utang” yang masih ada di dunia. Lalu dimulailah petualangan ala-ala road movie yang mengaduk-aduk emosiku. Apakah masih ada harapan untuk mereka?

“Benarkah kematian bisa menyembunyikan kita dari kehancuran?” ~ (hal. 132)

Sejak pertemuan Rie dan Bree, aku sudah penasaran dengan motif cowok itu ingin mengakhiri hidupnya. Teka-teki soal Brie ini dibuka sedikit demi sedikit pada halaman berikutnya. Meskipun hanya lewat narasi Rie, penulis tetap berhasil membuat saya merasakan tekanan yang dialami Bree😭.

Karakter dan Penokohan

  • Rie… Mirielle. Gadis 17 tahun yang menderita kanker. Karena penyakitnya, Rie harus menjalani homeschooling dan itu membuatnya tidak punya teman. Rie punya pikiran yang lebih dewasa dari umurnya.
  • Bree… Brian. Cowok ganteng yang ditemui Rie di atap. Menurut Rie, wajahnya hasil persilangan antra Hugh Jackman dan Zach Effron. Bree orang yang simpatik dan gentle, sulit dipercaya ia ingin bunuh diri.
  • Jojo. Adik laki-laki Rie yang aktif dan cerdas. Ia sangat menyayangi Rie. Meskipun tidak berperan banyak, Jojo punya andil dalam perubahan Rie.
  • Mona. The Devilish Babe. Sebenarnya aku agak terganggu dengan keberadaan antagonis yang jahatnya gak ketulungan kayak gini 😁. Tapi sepertinya, karakternya ini memang mendukung cerita.
  • Devon alias Bang Dev. Seorang survivor yang menciptakan Healty village, organisasi yang khusus menyemangati para survivor.

Selain mereka, masih banyak tokoh-tokoh lain yang berperan penting dalam cerita, walaupun sebagiannya hanya muncul sekilas. Seperti orang tua Rie dan Bree, teman-teman sekolah Rie waktu SMP, serta orang-orang dari Healty Village. Semuanya diceritakan dengan porsi yang sesuai.

“Bunuh diri itu perbuatan yang menyakiti diri sendiri. Tuhan melarang itu. Agama apapun pasti melarang itu”. ~ (hal. 194)

Konflik dan Ending

Konfliknya berlapis, tapi tidak lari ke mana-mana, tetap mengerucut pada isu kanker survive dan suicide yang diangkat. Penyelesaiannya juga tidak terburu-buru dan seperti yang saya tulis di awal, berbeda dengan novel sicklit kebanyakan. Tadinya saya sudah bersiap-siap kalau harus nyesek pas ending. Tapi di luar dugaan, buku ini ditutup dengan kalimat yang heartwarming.

Editing dan layout

Editingnya rapi dan saya hampir tidak menemukan typo. Saya juga suka layout isinya. Fontnya pas, tidak terlalu besar atau kekecilan.

Final Rate : 3,5 🌟

Di novel ini, juga banyak kutipan-kutipan-kutipan keren yang sayang banget kalau gak dishare 😆. Berikut di antaranya :

  • “Jangan memulai peperangan yang gak bisa kamu menangkan”, ~ (hal. 76)
  • “Kalau cowok berusaha peka katanya cengeng, kebanyakan drama. Kalau cowok nggak peka katanya nggak punya perasaan. Sebenarnya apa sih maunya cewek?” ~ (hal. 100)
  • “Kamu nggak bisa melakukan apapun kalau terus memilirkan pendapat orang lain. Kamu nggak bisa menyenangkan semua mata”, ~ (hal. 104)
  • “Jatuh cinta itu membuat orang lebih stres sebenarnya, tapi di sisi lain kebahagiaan karena dicintai dan diperhatikan menghasilkan perubahan hormon yang sangat bagus untuk tubuh”, ~ (hal. 249)

Trivia

  • Novel ini sebelumnya pernah tayang di website GWP dengan judul “Suicide Buddies”.
  • Kak Honey Dee, penulis novel ini juga pernah mendapat tumor yang sempat membuatnya putus asa 😭

Review Golden Son

31 Rabu Jan 2018

Posted by bugot in review

≈ 2 Komentar

Tag

dystopia, fantasy, golden son, gramedia, pierce brown, red rising, review, review golden son


27356062_10212774914220952_8064258277725062828_o

“Tidak penting sebagus apapun mereka mengemasnya. Kita masih terlibat dalam permainan. Kita akan selalu berada dalam pusaran permainan brengsek ini.” (Hal.250)

Blurb

Selama tujuh ratus tahun, rakyatku diperbudak tanpa suara, tanpa harapan. Sekarang aku adalah pedang mereka. Dan aku tidak memberi ampun. Aku tidak lupa. Jadi biar saja mereka berpikir aku milik mereka. Biar saja mereka menyambutku ke dalam rumah mereka, supaya aku bisa membakarnya hingga rata dengan tanah. Darrow, seorang Merah dan penambang di bawah permukaan Mars, kini adalah pemberontak yang ditempa dari tragedi. Setelah menyadari kaumnya dibohongi dan dieksploitasi selama beberapa generasi oleh orang-orang yang menyebut diri mereka kaum Emas, ia pun bersumpah untuk membalas dendam. Dibantu kelompok pemberontak misterius, Darrow menyamar sebagai Emas dan menyusup ke dunia elite itu.

Sekarang, setelah lulus dari sekolah komando Emas dan memantapkan posisinya di tengah para musuh, ia pun melanjutkan misi rahasia untuk menghancurkan mereka dari dalam. Namun, memulai dan memenangkan peperangan yang akan mengubah takdir umat manusia menuntut harga yang sangat mahal. Dan Darrow terlambat menyadari bahwa permainan berbahaya ini jauh lebih mematikan daripada yang ia bayangkan.

Keterangan Buku

Golden SonRating : *****

Judul : Golden Son – Putra Emas (Red Rising #2)

Penulis : Pierce Brown

Penerjemah : Shandy Tan

Editor : Nadya Andwiani & Lingliana

ISBN : 9786020346311

Penerbit Edisi Terjemahan : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : Desember, 2017

Format : 520 halaman Paperback

My Review

“Dalam badai yang berkecamuk, jangan mengikat dua perahu menjadi satu, karena perahu-perahu itu akan menarik satu sama lain hingga keduanya sama-sama tenggelam.” – (hal.459)

Udah selesai baca buku ini beberapa hari yang lalu. Tapi masih menata hati karena endingnya. Bukan ending saja sebenarnya, tapi di sekuel kali benar-benat full action sejak bab awal. Kebohongan demi kebohongan, pengkhianatan, kejatuhan dan perebutan kekuasaan menjadi bagian utama dalam novel ini. Romance di buku ini mulai berkembang dan langsung jadi rumit 😂. Tapi gak mendominasi, kadarnya paslah.

Buku ke-2 ini punya pace yang lebih cepat dari buku pertamanya. Adrenalin kita sudah dipompa sejak awal. Tapi pada bagian-bagian tertentu, aku juga ikut emosional. Di sekuel ini kita juga lebih bisa menyelami latar belakang dan pemikiran para penjahat-nya. Dan walaupun twist tentang jati diri Ares cukup mengejutkanku, apa yang terjadi kemudian membuat kejutan ini jadi tak ada apa-apanya. Tuan Brown benar-benar tidak memberiku waktu untuk menarik nafas saat membaca buku ini.

Selain world building yang sempurna – pertarungan di luar angkasa, senjata berupa slingbade yang bisa berubah bentuk sesuai keinginan, bulan dan planet-planet yang dipadati penduduk, mahluk hidup hasil rekayasa genetis – storyline-nya juga tampil tanpa cacat. Untuk kisah sekompleks dan serumit ini, aku gak nemu plothole sama sekali. Apalagi plot twistnya yang muncul tak terduga. Kalau difilmkan entah akan jadi seepik apa nantinya.

“Bukan kemenangan yang membuat kita menjadi pria sejati, melainkan kekalahan. Kaukira leluhur kita tidak pernah kalah? Kau tidak perlu kesal dan merajuk tentang semua ini, dan bersikap seperti tokoh Yunani zaman dulu. Lupakan masalah harga diri. Ini hanya permainan.” — (hal. 34)

Dan endingnya benar-benar “kurang ajar”. Aku benar-benar tak sabaran untuk menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Boleh tidak aku nodong gramed untuk segera menerbitkan terjemahan Morning Star? Please jangan lama-lama.

Review : Red Rising

30 Selasa Jan 2018

Posted by bugot in review

≈ 2 Komentar

Tag

dystopia, fantasy, gramedia, pierce brown, red rising, review


27332052_10212774913940945_6149561881325446240_n

“Tidak ada pihak yang tidak berdosa dalam permainan ini.” — halaman 188.

Blurb

Patahkan belenggunya. Hiduplah untuk tujuan yang lebih berarti.

Bumi sudah sekarat. Darrow seorang Merah, penambang di bawah permukaan Mars. Misinya adalah mengumpulkan elemen-elemen berharga yang kelak akan dimanfaatkan untuk menjinakkan permukaan Mars dan memungkinkan manusia hidup di sana. Kaum Merah adalah harapan terakhir umat manusia.

Itulah yang mereka yakini, sampai Darrow menyadari semua itu kebohongan besar. Mars sudah layak huni—dan sudah dihuni—selama ratusan tahun, oleh orang-orang yang menyebut diri mereka kaum Emas. Mereka adalah golongan yang menganggap Darrow dan kaumnya hanyalah budak remeh yang bisa dieksploitasi dan disingkirkan tanpa ragu

Keterangan Buku
redrising

Rating : *****

Judul : Red Rising – Kebangkitan Merah (Red Rising #1)

Penulis : Pierce Brown

Penerjemah : Shandy Tan

Editor : Nadya Andwiani & Lingliana

ISBN : 9786020332222

Penerbit Edisi Terjemahan : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2017

Format : 440 halaman Ebook (Gramedia Digital Version)

My Review

Di masa depan, keadaan bumi sudah sangat sekarat. Karena itu orang-orang mulai melakukan ekspansi ke bulan dan planet-planet lain.

Darrow adalah golongan merah, sang penambang. Golongan merah adalah “pahlawan” yang menambang mineral berharga di bawah tanah planet mars. Mineral itu sangat penting untuk membangun permukaan mars menjadi layak huni. Selama ratusan tahun, golongan merah mempercayai hal itu. Sampai sebuah tragedi menimpa Darrow.

Mars ternyata sudah bisa dihuni, bahkan sudah sama seperti bumi. Selama ratusan tahun Darrow dan rakyatnya telah dibohongi. Mereka dipaksa menambang di perut mars, sementara hasilnya dinikmati golongan lain. Berkat bantuan dari para pemberontak dan seorang “pemahat rupa”, Darrow menyamar menjadi bagian dari golongan emas yang menguasai society. Ia masuk ke sekolah elite yang mencetak emas-emas tangguh.

Tapi bukan hanya Darrow yang punya agenda rahasia. Apakah penyamarannya akan terbongkar?
—-
Buku ini kubaca di scoop bulan Desember, dan langsung jadi favoritku. Akhirnya nemu juga novel dystopia yang “cowok banget”. Penggambaran penulis benar-benar detail dan deskripsi tentang kehidupan Mars-nya benar-benar keren.

Di awal alurnya memang agak lamban, tapi begitu penyamaran Darrow dimulai, kita bahkan tak sempat menarik nafas. Seperti janji endorsement di sampulnya, novel ini mempunyai semua keseruan yang ada dalam Game of Thrones dan Hunger Games (versi maskulin :D). Endingnya juga badass menurutku. Konflik di buku pertama selesai, tapi cerita sesungguhnya dari saga ini baru saja dimulai. Novel keduanya, “Golden Son” juga sudah diterbitkan oleh Gramedia.

← Older posts

Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Bergabung dengan 1.898 pelanggan lain

follow me on bloglovin

Follow my blog with Bloglovin

EVEN OKTOBER

Book of The Month

Jurnal Terkini

  • [Review] 39 Langkah – John Buchan
  • [Book Review] Jurnal Risa – Risa Saraswati
  • [Review] Kisah Misteri Enola Holmes Kasus Hilangnya Sang Marquess – Nancy Springer
  • [Review] 35 Mm – Lokalpcy
  • [Review] Bidadari Berbisik – Asma Nadia
  • [Book Review] 022 – Lokalpcy
  • [Book Review] Memoar Marla – Safira Hapsari
  • [Book Review] Te O Toriatte – Akmal Nasery Basral
  • [Book Review] Kami (Bukan) Jongos Berdasi – J.S. Khairen
  • Gramedia Go : Inovasi Terbaru Gramedia Yang Membawa Keadilan Bagi Booklover di Seluruh Indonesia

Jejak Tertinggal

bugot pada Dalam Cengkeraman Iblis
bugot pada [Book Review] Jurnal Risa…
pirnadari59@gmail.co… pada [Book Review] Jurnal Risa…
Pirna pada [Book Review] Jurnal Risa…
oiri pada Dalam Cengkeraman Iblis
Dennyz pada Skandal di Pondok Songka
bugot pada [Book Review] Kami (Bukan) Jon…
Luk QQ pada [Book Review] Kami (Bukan) Jon…
bugot pada [Review] Delusi Moneter
Kreta Amura pada [Review] Delusi Moneter

Follow me on linky

Follow My Blog!

Click here to follow this blog and view my other followers...

Read the Printed Word!

search

jurnal terpopuler

[Book Review] Senjakala -  Risa Saraswati
[Book Review] 022 - Lokalpcy
[Review] Bidadari Berbisik - Asma Nadia
Berhenti Merawat Luka : Resensi Sepatu Dahlan
Novel prof. Yohanes Surya membuat saya CLBK dengan Fisika

Instagram

Tidak ada gambar Instagram yang ditemukan.

Goodreads

DAFTAR ISI

celoteh si bugot

Kesalahan: Pastikan akun Twitter Anda publik.

Pondok-pondok Bugot

  • ARchive Lomba
  • Life Begin At 2oth
  • Mylove to Rain

Sahabat Bugot

  • Aishiterugika’s Blog
  • Chronicle 89
  • Katakan dengan Kata
  • Kemilau Cahaya Emas
  • Kumpulan Sinopsis Buku
  • Pembuat Awan
  • SNBI POENYA BLOG
  • sweeping Me
  • Tukeran Link/ Banner
Maret 2023
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  
« Sep    

  • Ikuti Mengikuti
    • Jurnal si Bugot
    • Bergabunglah dengan 101 pengikut lainnya
    • Sudah punya akun WordPress.com? Login sekarang.
    • Jurnal si Bugot
    • Sesuaikan
    • Ikuti Mengikuti
    • Daftar
    • Masuk
    • Laporkan isi ini
    • Lihat situs dalam Pembaca
    • Kelola langganan
    • Ciutkan bilah ini
 

Memuat Komentar...