“Tidak penting sebagus apapun mereka mengemasnya. Kita masih terlibat dalam permainan. Kita akan selalu berada dalam pusaran permainan brengsek ini.” (Hal.250)
Blurb
Selama tujuh ratus tahun, rakyatku diperbudak tanpa suara, tanpa harapan. Sekarang aku adalah pedang mereka. Dan aku tidak memberi ampun. Aku tidak lupa. Jadi biar saja mereka berpikir aku milik mereka. Biar saja mereka menyambutku ke dalam rumah mereka, supaya aku bisa membakarnya hingga rata dengan tanah. Darrow, seorang Merah dan penambang di bawah permukaan Mars, kini adalah pemberontak yang ditempa dari tragedi. Setelah menyadari kaumnya dibohongi dan dieksploitasi selama beberapa generasi oleh orang-orang yang menyebut diri mereka kaum Emas, ia pun bersumpah untuk membalas dendam. Dibantu kelompok pemberontak misterius, Darrow menyamar sebagai Emas dan menyusup ke dunia elite itu.
Sekarang, setelah lulus dari sekolah komando Emas dan memantapkan posisinya di tengah para musuh, ia pun melanjutkan misi rahasia untuk menghancurkan mereka dari dalam. Namun, memulai dan memenangkan peperangan yang akan mengubah takdir umat manusia menuntut harga yang sangat mahal. Dan Darrow terlambat menyadari bahwa permainan berbahaya ini jauh lebih mematikan daripada yang ia bayangkan.
Keterangan Buku
Rating : *****
Judul : Golden Son – Putra Emas (Red Rising #2)
Penulis : Pierce Brown
Penerjemah : Shandy Tan
Editor : Nadya Andwiani & Lingliana
ISBN : 9786020346311
Penerbit Edisi Terjemahan : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Desember, 2017
Format : 520 halaman Paperback
My Review
“Dalam badai yang berkecamuk, jangan mengikat dua perahu menjadi satu, karena perahu-perahu itu akan menarik satu sama lain hingga keduanya sama-sama tenggelam.” – (hal.459)
Udah selesai baca buku ini beberapa hari yang lalu. Tapi masih menata hati karena endingnya. Bukan ending saja sebenarnya, tapi di sekuel kali benar-benat full action sejak bab awal. Kebohongan demi kebohongan, pengkhianatan, kejatuhan dan perebutan kekuasaan menjadi bagian utama dalam novel ini. Romance di buku ini mulai berkembang dan langsung jadi rumit 😂. Tapi gak mendominasi, kadarnya paslah.
Buku ke-2 ini punya pace yang lebih cepat dari buku pertamanya. Adrenalin kita sudah dipompa sejak awal. Tapi pada bagian-bagian tertentu, aku juga ikut emosional. Di sekuel ini kita juga lebih bisa menyelami latar belakang dan pemikiran para penjahat-nya. Dan walaupun twist tentang jati diri Ares cukup mengejutkanku, apa yang terjadi kemudian membuat kejutan ini jadi tak ada apa-apanya. Tuan Brown benar-benar tidak memberiku waktu untuk menarik nafas saat membaca buku ini.
Selain world building yang sempurna – pertarungan di luar angkasa, senjata berupa slingbade yang bisa berubah bentuk sesuai keinginan, bulan dan planet-planet yang dipadati penduduk, mahluk hidup hasil rekayasa genetis – storyline-nya juga tampil tanpa cacat. Untuk kisah sekompleks dan serumit ini, aku gak nemu plothole sama sekali. Apalagi plot twistnya yang muncul tak terduga. Kalau difilmkan entah akan jadi seepik apa nantinya.
“Bukan kemenangan yang membuat kita menjadi pria sejati, melainkan kekalahan. Kaukira leluhur kita tidak pernah kalah? Kau tidak perlu kesal dan merajuk tentang semua ini, dan bersikap seperti tokoh Yunani zaman dulu. Lupakan masalah harga diri. Ini hanya permainan.” — (hal. 34)
Dan endingnya benar-benar “kurang ajar”. Aku benar-benar tak sabaran untuk menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Boleh tidak aku nodong gramed untuk segera menerbitkan terjemahan Morning Star? Please jangan lama-lama.